Pengertian
Agama Islam Menurut
Bahasa dan
Istilah
Dalam Al-Qur’an Pengertian
Agama Islam
1.
Berasal
dari
kata
‘salm’
(السَّلْم)
yang berarti
damai
Hal ini menunjukkan bahwa seorang pemeluk
Islam merupakan seseorang yang
secara ikhlas menyerahkan jiwa dan raganya hanya kepada
Allah SWT. Penyerahan diri seperti ini ditandai dengan pelaksanaan terhadap apa yang
Allah perintahkan serta menjauhi segala larangan-Nya.
Menunjukkan makna penyerahan ini,
Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir zaman.
Pengertian
Islam secara
harfiyah : artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih.
Kata Islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu S
(sin), L (lam), M (mim)
yang bermakna dasar “selamat” (Salama)
Pengertian Islam Menurut
Bahasa : Islam berasal dari
kata aslama yang
berakar dari katasalama.
Kata Islam merupakan bentukmashdar (infinitif) dari
kata aslama ini.
الإسلام مصدر من أسلم يسلم إسلاما
Ditinjau dari segi bahasanya yang
dikaitkan dengan asal katanya,
Islam memiliki beberapa pengertian, diantaranya adalah:
Dalam
al-Qur’an Allah SWT berfirman (QS.
8 : 61)
“Dan jika mereka
condong
kepada
perdamaian,
maka
condonglah
kepadanya
dan
bertawakkallah
kepada
Allah. Sesungguhnya
Dialah
Yang Maha
Mendengar
lagi
Maha
Mengetahui.”
Kata
‘salm’ dalam ayat di atas memiliki arti damai atau perdamaian. Dan
ini merupakan salah satu makna dan ciri dari
Islam, yaitu bahwa
Islam merupakan
agama yang senantiasa membawa umat manusia pada perdamaian.
Dalam sebuah ayat
Allah SWT berfirman :
(QS. 49 : 9)
“Dan
jika
ada
dua
golongan
dari
orang-orang mu’min
berperang
maka
damaikanlah
antara
keduanya.
Jika
salah
satu
dari
kedua
golongan
itu
berbuat
aniaya
terhadap
golongan
yang lain maka
perangilah
golongan
yang berbuat
aniaya
itu
sehingga
golongan
itu
kembali
kepada
perintah
Allah; jika
golongan
itu
telah
kembali
(kepada
perintah
Allah), maka
damaikanlah
antara
keduanya
dengan
adil
dan
berlaku
adillah.
Sesungguhnya
Allah menyukai
orang-orang yang berlaku
adil.”
Sebagai salah satu bukti bahwa
Islam merupakan
agama yang sangat menjunjung tinggi perdamaian adalah bahwa
Islam baru memperbolehkan kaum muslimin berperang jika mereka diperangi oleh para
musuh-musuhnya.
Dalam
Al-Qur’an Allah berfirman:
(QS. 22 : 39)
“Telah
diizinkan
(berperang)
bagi
orang-orang yang diperangi,
karena
sesungguhnya
mereka
telah
dianiaya.
Dan sesungguhnya
Allah, benar-benar
Maha
Kuasa
menolong
mereka
itu.”
2.
Berasal
dari
kata ‘aslama’
(أَسْلَمَ)
yang berarti
menyerah.
Allah
berfirman dalam
al-Qur’an: (QS. 4 : 125) “Dan siapakah
yang lebih
baik
agamanya
daripada
orang yang ikhlas
menyerahkan
dirinya
kepada
Allah, sedang
diapun
mengerjakan
kebaikan,
dan
ia
mengikuti
agama Ibrahim yang lurus?
Dan Allah mengambil
Ibrahim menjadi
kesayanganNya.”
Sebagai seorang muslim, sesungguhnya kita diminta
Allah untuk menyerahkan seluruh jiwa dan raga
kita hanya kepada-Nya.
Dalam sebuah ayat
Allah berfirman:
(QS. 6 : 162)
“Katakanlah:
“Sesungguhnya
shalatku,
ibadatku,
hidupku
dan
matiku
hanyalah
untuk
Allah, Tuhan
semesta
alam.”
Karena sesungguhnya jika kita renungkan, bahwa seluruh makhluk
Allah baik yang
ada di bumi maupun di langit, mereka semua memasrahkan dirinya kepada
Allah SWT, dengan mengikuti sunnatullah-Nya.
Allah berfirman:
(QS. 3 : 83) :
“Maka
apakah
mereka
mencari
agama yang lain dari
agama Allah, padahal
kepada-Nya-lah
berserah
diri
segala
apa
yang di langit
dan
di bumi,
baik
dengan
suka
maupun
terpaksa
dan
hanya
kepada
Allahlah
mereka
dikembalikan.”
Oleh karena itulah, sebagai seorang muslim, hendaknya kita menyerahkan diri kita kepada aturan
Islam dan juga kepada kehendak
Allah SWT. Karena insya
Allah dengan demikian akan menjadikan hati kita tentram, damai dan tenang (baca; mutma’inah).
3.
Berasal
dari
kata Istaslama–Mustaslimun
: penyerahan
total kepada
Allah.
Dalam
Al-Qur’an Allah berfirman (QS.
37 : 26) “Bahkan
mereka
pada
hari
itu
menyerah
diri.”
Makna ini sebenarnya sebagai penguat makna di atas (poin kedua). Karena sebagai seorang muslim, kita benar-benar diminta untuk secara
total menyerahkan seluruh jiwa dan raga
serta harta atau apapun yang
kita miliki, hanya kepada
Allah SWT. Dimensi atau bentuk-bentuk penyerahan diri secara
total kepada
Allah adalah seperti dalam setiap gerak gerik, pemikiran, tingkah laku, pekerjaan, kesenangan, kebahagiaan, kesusahan, kesedihan dan lain
sebagainya hanya kepada
Allah SWT. Termasuk juga berbagai sisi kehidupan yang
bersinggungan dengan
orang lain, seperti sisi politik, ekonomi, pendidikan, sosial, kebudayaan dan lain
sebagainya, semuanya dilakukan hanya karena
Allah dan menggunakan manhaj
Allah.
Dalam
Al-Qur’an Allah berfirman (QS.
2 : 208)
“Hai
orang-orang yang beriman,
masuklah
kamu
ke
dalam
Islam secara
keseluruhannya,
dan
janganlah
kamu
turut
langkah-langkah
syaitan.
Sesungguhnya
syaitan
itu
musuh
yang nyata
bagimu.”
Masuk
Islam secara keseluruhan berarti menyerahkan diri secara
total kepada
Allah dalam melaksanakan segala yang
diperintahkan dan dalam menjauhi segala yang
dilarang-Nya.
4.
Berasal
dari
kata ‘saliim’
(سَلِيْمٌ)
yang berarti
bersih
dan
suci
Mengenai makna ini,
Allah berfirman dalam
Al-Qur’an (QS. 26 : 89):
“Kecuali
orang-orang yang menghadap
Allah dengan
hati
yang bersih.”
Dalam ayat lain
Allah mengatakan (QS.
37: 84)
“(Ingatlah)
ketika
ia
datang
kepada
Tuhannya
dengan
hati
yang suci.”
Hal ini menunjukkan bahwa
Islam merupakan
agama yang suci dan bersih,
yang mampu menjadikan para
pemeluknya untuk memiliki kebersihan dan kesucian jiwa yang
dapat mengantarkannya pada kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat. Karena pada hakekatnya, ketika
Allah SWT mensyariatkan berbagai ajaran
Islam, adalah karena tujuan utamanya untuk mensucikan dan membersihkan jiwa manusia.
Allah
berfirman:
(QS. 5 : 6)
“Allah sesungguhnya
tidak
menghendaki
dari
(adanya
syari’at
Islam) itu
hendak
menyulitkan
kamu,
tetapi
sesungguhnya
Dia
berkeinginan
untuk
membersihkan
kamu
dan
menyempurnakan
ni`mat-Nya
bagimu,
supaya
kamu
bersyukur.”
5.
Berasal
dari
‘salam’
(سَلاَمٌ)
yang berarti
selamat
dan
sejahtera.
Allah
berfirman dalam
Al-Qur’an: (QS. 19 : 47)
Berkata
Ibrahim: “Semoga
keselamatan
dilimpahkan
kepadamu,
aku
akan
meminta
ampun
bagimu
kepada
Tuhanku.
Sesungguhnya
Dia
sangat
baik
kepadaku.”
Maknanya adalah bahwa
Islam merupakan
agama yang senantiasa membawa umat manusia pada keselamatan dan kesejahteraan. Karena
Islam memberikan kesejahteraan dan juga keselamatan pada setiap insan.
Adapun Pengertian
Islam Menurut
Istilah, (ditinjau dari sisi subyek manusia terhadap dinul
Islam), Islam
adalah
‘ketundukan
seorang
hamba
kepada
wahyu
Ilahi
yang diturunkan
kepada
para nabi
dan
rasul
khususnya
Muhammad SAW guna
dijadikan
pedoman
hidup
dan
juga
sebagai
hukum/
aturan
Allah SWT yang dapat
membimbing
umat
manusia
ke
jalan
yang lurus,
menuju
ke
kebahagiaan
dunia
dan
akhirat.’
Definisi di atas, memuat beberapa poin penting yang
dilandasi dan didasari oleh ayat-ayat
Al-Qur’an. Diantara poin-poinnya adalah:
qIslam
sebagai
wahyu
ilahi
Mengenai hal ini,
Allah berfirman QS.
53 : 3-4 :
“Dan tiadalah
yang diucapkannya
itu
(Al Qur’an) menurut
kemauan
hawa
nafsunya.
Ucapannya
itu
tiada
lain hanyalah
wahyu
yang diwahyukan
(kepadanya).”
qDiturunkan
kepada
nabi
dan
rasul
(khususnya
Rasulullah
SAW)
q
Membenarkan hal ini, firman
Allah SWT (QS. 3 : 84)
“Katakanlah:
“Kami beriman
kepada
Allah dan
kepada
apa
yang diturunkan
kepada
kami dan
yang diturunkan
kepada
Ibrahim, Isma`il,
Ishaq,
Ya`qub,
dan
anak-anaknya,
dan
apa
yang diberikan
kepada
Musa, `Isa dan
para nabi
dari
Tuhan
mereka.
Kami tidak
membeda-bedakan
seorangpun
di antara
mereka
dan
hanya
kepada-Nya-lah
kami menyerahkan
diri.”
qSebagai
pedoman
hidup
Allah berfirman (QS.
45 : 20):
“Al Qur’an ini
adalah
pedoman
bagi
manusia,
petunjuk
dan
rahmat
bagi
kaum
yang meyakini.”
qMencakup
hukum-hukum
Allah dalam
Al-Qur’an dan
sunnah
Rasulullah
SAW
Allah berfirman (QS.
5 : 49-50)
“Dan hendaklah
kamu
memutuskan
perkara
di antara
mereka
menurut
apa
yang diturunkan
Allah, dan
janganlah
kamu
mengikuti
hawa
nafsu
mereka.
Dan berhati-hatilah
kamu
terhadap
mereka,
supaya
mereka
tidak
memalingkan
kamu
dari
sebahagian
apa
yang telah
diturunkan
Allah kepadamu.
Jika
mereka
berpaling
(dari
hukum
yang telah
diturunkan
Allah), maka
ketahuilah
bahwa
sesungguhnya
Allah menghendaki
akan
menimpakan
musibah
kepada
mereka
disebabkan
sebahagian
dosa-dosa
mereka.
Dan sesungguhnya
kebanyakan
manusia
adalah
orang-orang yang fasik.
Apakah
hukum
Jahiliyah
yang mereka
kehendaki,
dan
(hukum)
siapakah
yang lebih
baik
daripada
(hukum)
Allah bagi
orang-orang yang yakin?”
qMembimbing
manusia
ke
jalan
yang lurus
Allah berfirman (QS.
6 : 153)
“Dan bahwa
(yang Kami perintahkan)
ini
adalah
jalan-Ku
yang lurus,
maka
ikutilah
dia;
dan
janganlah
kamu
mengikuti
jalan-jalan
(yang lain), karena
jalan-jalan
itu
mencerai-beraikan
kamu
dari
jalan-Nya.
Yang demikian
itu
diperintahkan
Allah kepadamu
agar kamu
bertakwa.”
qMenuju
kebahagiaan
dunia
dan
akhirat
Allah berfirman (QS.
16 : 97)
“Barangsiapa
yang mengerjakan
amal
saleh,
baik
laki-laki
maupun
perempuan
dalam
keadaan
beriman,
maka
sesungguhnya
akan
Kami berikan
kepadanya
kehidupan
yang baik
dan
sesungguhnya
akan
Kami beri
balasan
kepada
mereka
dengan
pahala
yang lebih
baik
dari
apa
yang telah
mereka
kerjakan.”
1.Fungsi Agama
a. Sebagai Pembimbing Dalam Hidup
Pengendali
utama
kehidupan
manusia
adalah
kepribadiannya
yang mencakup
segala
unsure pengalaman
pendidikan
dan
keyakinan
yang didapatnya
sejak
kecil.
Apabila
dalam
pertumbuhan
seseorang
terbentuk
suatu
kepribadian
yang harmonis,
di mana
segala
unsur
pokoknya
terdiri
dari
pengalaman
yang menentramkan
jiwa
maka
dalam
menghadapi
dorongan
baik
yang bersifat
biologis
ataupun
rohani
dan
sosial
akan
mampu
menghadapi
dengan
tenang.
b. Penolong Dalam Kesukaran
Orang
yang kurang
yakin
akan
agamanya
(lemah
imannya)
akan
menghadapi
cobaan/kesulitan
dalam
hidup
dengan
pesimis,
bahkan
cenderung
menyesali
hidup
dengan
berlebihan
dan
menyalahkan
semua
orang. Beda halnya
dengan
orang yang beragama
dan
teguh
imannya,
orang yang seperti
ini
akan
menerima
setiap
cobaan
dengan
lapang
dada. Dengan
keyakinan
bahwa
setiap
cobaan
yang menimpa
dirinya
merupakan
ujian
dari
tuhan
(Allah) yang harus
dihadapi
dengan
kesabaran
karena
Allah memberikan
cobaan
kepada
hambanya
sesuai
dengan
kemampuannya.
Selain
itu,
barang
siapa
yang mampu
menghadapi
ujian
dengan
sabar
akan
ditingkatkan
kualitas
manusia
itu.
c. Penentram Batin
Jika
orang yang tidak
percaya
akan
kebesaran
tuhan
tak
peduli
orang itu
kaya apalagi
miskin
pasti
akan
selalu
merasa
gelisah.
Orang yang kaya takut
akan
kehilangan
harta
kekayaannya
yang akan
habis
atau
dicuri
oleh
orang lain, orang yang miskin
apalagi,
selalu
merasa
kurang
bahkan
cenderung
tidak
mensyukuri
hidup.
Lain halnya
dengan
orang yang beriman,
orang kaya yang beriman
tebal
tidak
akan
gelisah
memikirkan
harta
kekayaannya.
Dalam
ajaran
Islam harta
kekayaan
itu
merupakan
titipan
Allah yang didalamnya
terdapat
hak
orang-orang miskin
dan
anak
yatim
piatu.
Bahkan
sewaktu-waktu
bisa
diambil
oleh
yang maha
berkehendak,
tidak
mungkin
gelisah.
Begitu
juga
dengan
orang yang miskin
yang beriman,
batinnya
akan
selalu
tentram
karena
setiap
yang terjadi
dalam
hidupnya
merupakan
ketetapan
Allah dan
yang membedakan
derajat
manusia
dimata
Allah bukanlah
hartanya
melainkan
keimanan
dan
ketakwaannya.
d. Pengendali Moral
Setiap
manusia
yang beragama
yang beriman
akan
menjalankan
setiap
ajaran
agamanya.
Terlebih
dalam
ajaran
Islam, akhlak
amat
sangat
diperhatikan
dan
di junjung
tinggi
dalam
Islam. Pelajaran
moral dalam
Islam sangatlah
tinggi,
dalam
Islam diajarkan
untuk
menghormati
orang lain, akan
tetapi
sama
sekali
tidak
diperintah
untuk
meminta
dihormati.
Islam mengatur
hubungan
orang tua
dan
anak
dengan
begitu
indah.
Dalam
Al-Qur’an ada
ayat
yang berbunyi:
“dan
jangan
kau
ucapkan
kepada
kedua
(orang tuamu)
uf!!”
Tidak
ada
ayat
yang memerintahkan
kepada
manusia
(orang tua)
untuk
minta
dihormati
kepada
anak.
Selain
itu
Islam juga
mengatur
semua
hal
yang berkaitan
dengan
moral, mulai
dari
berpakaian,
berperilaku,
bertutur
kata hubungan
manusia
dengan
manusia
lain (hablum
minannas/hubungan
sosial).
Termasuk
di dalamnya
harus
jujur,
jika
seorang
berkata
bohong
maka
dia
akan
disiksa
oleh
api
neraka.
Ini
hanya
contoh
kecil
peraturan
Islam yang berkaitan
dengan
moral. Masih
banyak
lagi
aturan
Islam yang berkaitan
dengan
tatanan
perilaku
moral yang baik,
namun
tidak
dapat
sepenuhnya
dituliskan
disini.
Sumber-Sumber
Ajaran
Islam
1.AL-QUR’AN
ØPENGERTIAN
AL-QUR’AN
menurut
Etimologi
dan
Terminologi
atau
dalam
islam
di sebut
menurut
bahasa
dan
istilah
:
·Etimologi
: Al-Qur’an => Qara’a
– Yaqra’u
– Qur’anan
yang berarti
bacaan.
·Terminologi
: Al-Qur’an adalah
Kalam
Allah swt.
yang merupakan
mu’jizat
yang diwahyukan
kepada
Nabi
Muhammad saw., ditulis
dalam
Mushaf,
diriwayatkan
secara
mutawatir
dan
membacanya
adalah
ibadah.
Al-Qur’an diwahyukan
secara
berangsur-angsur
selama
kurang
lebih
23 tahun,
13 tahun
sebelum
hijrah
hingga
10 tahun
setelah
hijrah.
ØFUNGSI
AL-QUR’AN
1. Sebagai
pedoman
hidup.
2. Sebagai
korektor
dan
penyempurna
kitab-kitab
Allah swt.
yang terdahulu.
3. Sebagai
sarana
peribadatan.
ØKANDUNGAN
AL-QUR’AN
1. Prinsip-prinsip
keimanan
kepada
Allah swt.,
malaikat,
rasul,
hari
akhir,
qadha
dan
qadar,
dan
sebagainya.
2. Prinsip-prinsip
syari’ah
baik
mengenai
ibadah
khusus
maupun
ibadah
umum
sepertiperekonomian,
pemerintahan,
pernikahan,
kemasyarakatan
dan
sebagainya.
3. Janji dan ancaman.
4. Kisah para nabi
dan
Rasul
Allah swt.
serta
umat-umat
terdahulu
( sebagai
i’tibar
/ pelajaran
).
5. Konsep
ilmu
pengetahuan,
pengetahuan
tentang
masalah
ketuhanan
( agama ), manusia,
masyarakat
maupun
tentang
alam
semesta.
2.
AS-SUNNAH
ØPENGERTIAN
AS-SUNNAH / HADITS
Etimologi
= jalan
/ tradisi,
kebiasaan,
adat
istiadat,
dapat
juga
berarti
undang-undang
yang berlaku.
Terminologi
= berita
/ kabar,
segala
perbuatan,
perkataan
dan
takrir
( keizinan
/ pernyataan
) Nabi
Muhammad saw.
ØKEDUDUKAN AS-SUNNAH
/ HADITS
As-Sunnah
adalah
sumber
hukum
Islam yang kedua
sesudah
Al-Qur’an.
Apabila
as-Sunnah
/ Hadits
tidak
berfungsi
sebagai
sumber
hukum,
maka
kaum
muslimin
akan
mengalami
kesulitan-kesulitan
seperti
:
1. Melaksanakan
Shalat,
Ibadah
Haji, mengeluarkan
Zakat dan
lain sebagainya,
karena
ayat
al-Qur’an dalam
hal
tersebut
hanya
berbicara
secara
global dan
umum,
sedangkan
yang menjelaskan
secara
rinci
adalah
as-Sunnah
/ Hadits.
2. Menafsirkan
ayat-ayat
al-Qur’an, untuk
menghindari
penafsiran
yang subyektif
dan
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan.
3. Mengikuti
pola
hidup
Nabi,
karena
dijelaskan
secara
rinci
dalam
Sunnahnya,
sedangkan
mengikuti
pola
hidup
Nabi
adalah
perintah
al-Qur’an.
4. Menghadapi
masalah
kehidupan
yang bersifat
teknis,
karena
adanya
peraturan-peraturan
yang diterangkan
oleh
as-Sunnah
/ Hadits
yang tidak
ada
dalam
al-Qur’an seperti
kebolehan
memakan
bangkai
ikan
dan
belalang,
sedangkan
dalam
al-Qur’an menyatakan
bahwa
bangkai
itu
haram.
Ø HUBUNGAN
AS-SUNNAH DENGAN AL-QUR’AN
1. Sebagai
Bayan ( menerangkan
ayat-ayat
yang sangat
umum).
2. Sebagai
Taqrir
( memperkokoh
dan
memperkuat
pernyataan
al-Qur’an ).
3. Sebagai
Bayan Tawdih
( menerangkan
maksud
dan
tujuan
sesuatu
).
ØPERBEDAAN
AL-QUR’AN
DAN AS-SUNNAH / HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM
Sekalipun
al-Qur’an dan
as-Sunnah
sama-sama
sebagai
sumber
hukum
Islam, namun
diantara
keduanya
terdapat
perbedaan-perbedaan
yang cukup
prinsipil,
antara
lain sebagai
berikut
:
1. – Al-Qur’an bersifat
Qath’i
( mutlak
) kebenarannya.
– As-Sunnah
bersifat
Dzhanni
( relatif
), kecuali
Hadits
Mutawatir.
2. – Seluruh
ayat
al-Qur’an mesti
dijadikan
sebagai
pedoman
hidup.
– Tidak
seluruh
Hadits
dapat
dijadikan
pedoman
hidup
karena
disamping
ada
Hadits
Shahih,
ada pula Hadits
yang Dhaif
3. – Al-Qur’an sudah
pasti
autentik
lafadz
dan
maknanya.
– As-Sunnah
belum
tentu
autentik
lafadz
dan
maknanya.
4.
– Apabila
al-Qur’an berbicara
tentang
masalah-masalah
aqidah
atau
hal-hal
yang ghaib,
maka
setiap
muslim
wajib mengimaninya.
– Apabila
as-Sunnah
berbicara
tentang
masalah-masalah
aqidah
atau
hal-hal
yang ghaib,
maka
setiap
muslim
tidak
diharuskan
mengimaninya
seperti
halnya
mengimani
al-Qur’an.
5. Berdasarkan
perbedaan
tersebut,
maka
:
–
Penerimaan
seorang
muslim
terhadap
al-Qur’an hendaknya
didasarkan
pada
keyakinan
yang kuat,
sedangkan;
–
Penerimaan
seorang
muslim
terhadap
as-Sunnah
harus
didasarkan
atas
keragu-raguan
( dugaan-dugaan
) yang kuat.
Hal ini
bukan
berarti
ragu
kepada
Nabi,
tetapi
ragu
apakah
Hadits
itu
benar-benar
berasal
dari
Nabi
atau
tidak
karena
adanya
proses sejarah
kodifikasi
hadits
yang tidak
cukup
memberikan
jaminan
keyakinan
sebagaimana
jaminan
keyakinan
terhadap
al-Qur’an.
3. IJTIHAD
ØPENGERTIAN
IJTIHAD
Etimologi
= mencurahkan
tenaga,
memeras
pikiran,
berusaha
bersungguh-sungguh,
bekerja
semaksimal
munggkin.
Terminologi
= usaha
yang sungguh-sungguh
oleh
seseorang
ulama
yang memiliki
syarat-syarat
tertentu,
untuk
merumuskan
kepastian
hukum
tentang
sesuatu
( beberapa
) perkara
tertentu
yang belum
ditetapkan
hukumnya
secara
explisit
di dalam
al-Qur’an dan
as-Sunnah.
Menurut
Mahmud Syaltut,
Ijtihad
atau
al-Ra’yu
mencakup
2 pengertian,
yaitu
:
1. Penggunaan
pikiran
untuk
menentukan
suatu
hukum
yang tidak
ditentukan
secara
eksplisit
oleh
al-Qur’an dan
as-Sunnah.
2. Penggunaan
pikiran
dalam
mengartikan,
menafsirkan
dan
mengambil
kesimpulan
dari
suatu
ayat
atau
Hadits.
Dasar melaksanakan
Ijtihad
adalah
al-Qur’an Surat
al-Maidah
ayat
48!
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu”.[QS.
al-Maidah
: 48]
Maksudnya:
Al Quran adalah
ukuran
untuk
menentukan
benar
tidaknya
ayat-ayat
yang diturunkan
dalam
Kitab-Kitab
sebelumnya.
[422] Maksudnya: umat Nabi
Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang
sebelumnya
ØLAPANGAN IJTIHAD
Secara
ringkas,
lapangan
Ijtihad
dapat
dibagi
menjadi
3 perkara,
yaitu
:
1. Perkara
yang sama
sekali
tidak
ada
nabnya
di dalam
al-Qur’an dan
as-Sunnah.
2. Perkara
yang ada
nashnya,
tetapi
tidak
Qath’i
( mutlak
) wurud
( sampai
/ muncul
) dan
dhalala
( kesesatan
) nya.
3. Perkara
hukum
yang baru
tumbuh
dan
berkembang
dalam
masyarakat.
ØKEDUDUKAN
IJTIHAD
Berbeda
dengan
al-Qur’an dan
as-Sunnah,
Ijtihad
sebagai
sumber
hukum
Islam yang ketiga
terikat
dengan
ketentuan
sebagai
berikut:
1. Yang ditetapkan
oleh
Ijtihad
tidak
melahirkan
keputusan
yang absolut,
sebab
Ijtihad
merupakan
aktivitas
akal
pikiran
manusia
yang relatif.
Sebagai
produk
pikiran
manusia
yang relatif,
maka
keputusan
Ijtihad
pun relatif.
2. Keputusan
yang diterapkan
oleh
Ijtihad
mungkin
berlaku
bagi
seseorang,
tetapi
tidak
berlaku
bagi
orang lain. Berlaku
untuk
satu
masa
/ tempat,
tetapi
tidak
berlaku
pada
masa
/ tempat
yang lain.
3. Keputusan
Ijtihad
tidak
boleh
bertentangan
dengan
al-Qur’an dan
as-Sunnah.
4. Berijtihad
mempertimbangkan
faktor
motivasi,
kemaslahatan
umum,
kemanfaatan
bersama
dan
nilai-nilai
yang menjadi
ciri
dan
jiwa
ajaran
Islam.
5. Ijtihad
tidak
berlaku
dalam
urusan
Ibadah
Makhdah.
Semoga bermanfaat :)
Kunjungi juga q1103.blogspot.com
Kunjungi juga q1103.blogspot.com
مَنْ
سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا ، سَهَّلَ اللَّهُ بِهِ طِرِيْقًا
إِلَى الْجَنَّةِ . (أبو داود)
“Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka
Allah akan memudahkan baginya jalan ke
surge.” (HR. Muslim)
Terimakasih infonya
BalasHapusmy blog
Tq ilmu nya, sangat bermanfaat
BalasHapusTujuan agama islam
BalasHapus